Sabtu, 05 Mei 2012
SASTRA BANDINGAN
1. Perbandingan karya sastra yang berupa cerita rakyat Rajapala dan Jaka tarub.
Dari kedua cerita rakyat Rajapala dan Jaka Tarub dapat dilihat persamaan dan perbedaan dari kedua isi cerita yang di angkat. Dalam sastra bandingan tentunya bukan hanya sekedar melihat dari sisi keduanya. Tentunya masih banyak yang harus di bandingkan, perbandingan-perbandingan itu dapat dilihat sebagai berikut:
A. Karya dasar (Hipogram)
Cerita Raja pala dan Jaka tarub adalah berupa karangan atau biasa disebut mitos, karena merupakan cerita yang melegenda dari mulut ke mulut sejak zaman dahulu kala. Jadi yang mendasari dari pengangkatan cerita rakyat tersebut ialah adanya kepercayaan masyarakat dari kedua daerah tersebut mengenai kebenaran mitos cerita bahwa memang cerita tersebut benar-benar terjadi di zaman dahulu kala. Sehingga kedua cerita itu masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Namun kesamaan dari kedua cerita tersebut adalah ide, alur, tema, dan peristiwa. Yang menjadi Perbedaan dari kedua cerita tersebut adalah tokoh, penokohan, gaya bahasa serta daerah tempat kejadiannya.
B. Unsur-Unsur instristik
1) Perbandingan tema
Dari kedua cerita tersebut memiliki kesamaan tema yakni kesetiaan. Mereka sama-sama menikahi seorang bidadari yang turun dari surga atau kahyangan dan mandi di sebuah telaga. Mereka mencuri selendang terbang dari bidadari tersebut. Pada cerita Rajapala, ia mencuri selendang dan tidak mau mengembalikan selendang bidadari itu kecuali ia mau menikah dengannya, lalu Ken sulasih menerimanya tapi dengan syarat jika kelak nanti mereka mempunyai anak, maka ia harus mengembalikan kembali selendangnya dan mengizinkannya kembali ke surga. Rajapala memiliki istri yang setia hingga persyaratan yang di berikan istrinya terpenuhi, Rajapala dan Ken sulasih di karuniai seorang bayi laki-laki yang di beri nama Dumar. Persyaratannya telah selesai barulah Ken sulasih meninggalkan suami dan anaknya kembali ke surga. Pada cerita Jaka tarub, ia mencuri selendang bidadari yang bernama Nawang wulan, ia berjanji apabila ada yang memberikan pakaian kepadanya, maka ia bersedia menjadi istrinya. Setelah mendengar perkataan tersebut, maka keluarlah Jaka tarub menolong bidadari itu tapi disini tidak berkata jujur bahwa ialah yang mengambil selendangnya dan keluar seperti orang yang tidak tahu apa-apa dan seolah-olah ia penolong yang menyelamatkan bidadari itu. Mereka pun menikah dan di karuniai seorang bayi perempuan yang di beri nama Nawangsih. walaupun Nawang wulang sudah di bohongi oleh suaminya, tapi ia tetap setia. Hingga suatu peristiwa malapetaka terjadi Jaka tarub melanggar amanat istrinya, namun ia tetap setia dan sampailah ia menemukan kembali selendangnya dan kembali kekahyangan. Pada kedua cerita ini jelaslah bahwa tema yang di angkat adalah mengenai kesetiaan pasangan masing-masing walaupun harus berpisah dengan kesedihan, tapi mereka tetap setia pada pasangan dan tidak menikah lagi sepeninggal istri mereka.
2) Perbandingan Latar/setting
Tempat kejadian cerita Rajapala di sebuah kerajaan wana keling, di hutan, telaga dan surga. Latar suasananya meliputi kebingungan Ken sulasih mencari selendangnya yang hilang, dan kesedihan Rajapala di tinggal istrinya. Latar waktunya tidak begitu jelas di ceritakan. Sedangkan Kidang telengkas terjadi di sebuah desa Tarub, oleh sebab itu ia di beri nama Jaka tarub, di telaga dan kahyangan. Latar waktu tidak begitu jelas, tapi pada waktu Nawang wulan datang dan pergi menyusui Nawangsih di ceritakan pada malam hari. Latar suasana adalah kesedihan hati Nawang wulan pada saat kehilangan selendang, alangkah senangnya ketika ada seorang pemuda tampan datang menolongnya kemudian mereka pun menikah, kesedihan hati Nawang wulan yang termenung dan merasa tersiksa tinggal di bumi karena harus bekerja keras dan puncaknya kemarahan terhadap suaminya karena melanggar pesannya dan di akhiri kesedihan Jaka tarub yang hanya bisa melihat Nawang wulan datang dan pergi di setiap malam untuk menyusui Nawangsih. Berdasarkan kedua cerita diatas terdapat beberapa persamaan dan perbedaan menyangkut latarnya. Kesamaanya yakni tempat kejadiannya sama-sama di hutan dan telaga. Latar waktu sama-sama tidak di tunjukkan kapan terjadinya namun pada Jaka Tarub ada waktu yang di sebutkan yakni pada malam hari. Latar suasananya memiliki kesamaan yakni sama-sama di awali dengan kebingungan kedua bidadari yang di curi selendangnya, namun pada cerita Rajapala ia mengakui bahwa ia yang mencuri selendangnya tapi tidak mau mengembalikannya dengan syarat. Pada cerita Jaka tarub, ia tidak mengakui perbuatannya dan hingga suatu saat ia pun menyesal dan kesedihan terus melandanya karena di tinggal sang istri.
3) Perbandingan bentuk
Pada kedua cerita Rajapala dan Jaka tarub adalah dalam bentuk dongeng. Karena kedua cerita rakyat itu penyebarluaannya melalui mulut ke mulut sehingga tidak di tahu siapa pengarangnya, banyak beranggapan bahwa cerita ini benar-benar terjadi dan sebagai hiburan atau sebagai pesan moral.
4) Perbandingan tokoh/penokohan
Pada kedua cerita di atas tentunya banyak memiliki perbedaan tokohnya. Pada cerita Rajapala terdapat tokoh Rajapala sebagai tokoh utama yang memiliki watak pembohong tetapi penyayang, Ken sulasih sebagai bidadari memiliki watak baik hati dan penyayang dan istri Rajapala, Durma sebagai anak Rajapala dan Raja Wana keling yang baik hati. Pada cerita Jaka tarub, terdapat tokoh Jaka tarub sebagai tokoh utama memiliki watak pembohong tetapi baik hati, Nawang wulan sebagai bidadari dan istri Jaka tarub memiliki watak sabar,baik hati dan penyayang, Nawangsih sebagai anak mereka dan ibunda Jaka tarub.
5) Gaya bahasa
Gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa yang sederhana dan mudah untuk dipahami karena melihat dari stuktur dan diksi yang dipakai tidak menggunakan majas-majas yang biasa digunakan penyair dalam menulis sebuah karya sastra.
6) Perbandingan plot (alur)
Pada cerita Rajapala, di mulai pada tahap perkenalan Rajapala dengan Ken sulasih,kemudian di lanjutkan dengan pernikahan mereka dan di karuniai seorang anak lelaki yang di beri nama Durma hingga klimaksnya pada saat perpisahan mereka dan di akhiri dengan petualangan Durma ke kerajaan Wana keling dan menjadi anggota kerajaan itu. Pada cerita Jaka tarub, di mulai dengan tahap perkenalan, dilanjutkan tahap permasalahan, kemudian pernikahan dan di karuniai seorang anak perempuan yang di beri nama Nawangsih dan klimaksnya pada saat Nawang wulan mememukan kembali selendangnya dan kembali ke kahyangan dan berakhir pada saat Jaka Tarub hanya bisa melihat datang dan perginya setiap malam Nawang wulan turun ke bumi untuk menyusui Nawangsih.
7) Perbandingan amanat
Dalam cerita Rajapala dan Jaka tarub memiliki kesamaan pesan yang ingin disampaikan yakni mengandung pesan tentang menjaga janji setia dan kejujuran, setia pada kata-kata, setia pada perbuatan dan pikiran. Kemudian akibat yang di timbulkan ketika melanggar janji itu adalah penyesalan dan kesedihan yang begitu besar, tergambar jelas pada cerita Jaka tarub yang tidak jujur pada Nawang wulan dan melanggar amanat/pesan Nawang wulan dan ia pun sangat sedih dan menyesali perbuatannya seumur hidup.
8) Kesimpulan dari kedua cerita
Dari kedua cerita tersebut merupakan cerita rakyat berupa dongeng. Unsur-unsur masing-masing cerita sama persis, mulai dari tema, latar, amanat, dan bentuknya. walaupun ada perbedaan tapi itu hanya dari segi penokohan dan alur cerita. Namun ini menyingkap bahwa dari kedua dongeng tersebut mengutamakan pesan-pesan yang ingin di angkat dalam cerita tersebut mengenai pesan moral tentang kesetiaan dan ujung dari sebuah amanah yang di langgar dan kebohongan yang tersembunyi pasti akan terbuka kelak dan di penghujungnya pun penyesalan seumur hidup. Inilah yang perlu di perhatikan dalam kedua cerita atau dongeng Rajapala dan Jaka tarub.
C. Pengarang/tahun terbit/penerbitnya.
Pada cerita rakyat yang berupa mitos yakni cerita yang belum tentu kebenarannya adalah cerita hasil karangan orang-orang atau nenek moyang zaman dahulu yang tersebar melalui mulut ke mulut kemudian ditulis oleh beberapa orang yang sesuai dengan pemahaman masing-masing. Ini terbukti bahwa disetiap daerah memiliki versi cerita masing-masing sesuai dengan kebudayaan mereka. Kesimpulannya bahwa cerita rakyat Rajapala dan Jaka tarub tidak diketahui siapa pengarang,tahun terbit karangannya dan penerbitnya.
2. Perbandingan novel Laskar pelangi karya Andrea hirata dengan Film laskar pelangi karya Riri riza.
A. Latar belakang lahirnya karya sastra laskar pelangi dan film laskar pelangi
1) Bentuk novel
Laskar Pelangi adalah novel pertama karya Andrea Hirata yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2005. Novel ini bercerita tentang kehidupan 10 anak dari keluarga miskin yang bersekolah (SD dan SMP) di sebuah sekolah Muhammadiyah di Belitung yang penuh dengan keterbatasan. Laskar Pelangi bertambah satu anak perempuan yang bernama Flo, seorang murid pindahan, jadi jumlah merekan menjadi 11 orang. Andrea Hirata, lahir di Belitong 24 Oktober 1982. Ia sendiri merupakan anak keempat dari pasangan Seman Said Harunayah dan NA Masturah. Ia dilahirkan di sebuah desa yang termasuk desa miskin dan letaknya yang cukup terpelosok di pulau Belitong. Tinggal di sebuah desa dengan segala keterbatasan memang cukup mempengaruhi pribadi Andrea sedari kecil. Ia mengaku lebih banyak mendapatkan motivasi dari keadaan di sekelilingnya yang banyak memperlihatkan keperihatinan.Meskipun studi mayornya ekonomi, ia amat menggemari sains dan sastra. Edensor adalah novel ketiganya setelah novel-novel best seller Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi. Andrea lebih mengidentikkan dirinya sebagai akademisi dan backpacker. Ia mendapat beasiswa untuk kuliah di Paris, Perancis. Saat ini Andre tinggal di Bandung dan masih bekerja di kantor pusat PT. Telkom. Hobinya naik komidi putar. Jadi yang melatar belakangi lahirnya karya sastra novel laskar pelangi adalah berawal dari ketertarikan Andrea Hirata dalam bidang sastra, kemudian kejadian-kejadian yang nyata atau pengalaman-pengalaman hidup yang dialaminya dan yang terjadi dilingkungannya yaitu pulau belitong tempat kelahirannya, sehingga ia menulis sebuah karya yang diberi judul laskar pelangi. Laskar Pelangi - nama yang diberikan Bu Muslimah akan kesenangan mereka terhadap pelangi- berdasarkan isi cerita. Buku “Laskar Pelangi” menceritakan kisah masa kecil anak-anak kampung dari suatu komunitas Melayu yang sangat miskin Belitung. Kisah indah ini diringkas dengan kocak dan mengharukan oleh Andrea Hirata, kita bahkan bisa merasakan semangat masa kecil anggota sepuluh Laskar Pelangi ini. Laskar Pelangi merupakan buku pertama dari Tetralogi Laskar Pelangi. Buku berikutnya adalah Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov. Buku ini tercatat sebagai buku sastra Indonesia terlaris sepanjang sejarah.
2) Bentuk Film
Naskah Laskar Pelangi diadaptasi menjadi sebuah film tahun 2008 yang berjudul sama. Film Laskar Pelangi diproduksi oleh Miles Films dan Mizan Production, dan digarap oleh sutradara Riri Riza. Skenario adaptasi ditulis oleh Salman Aristo dibantu oleh Riri Riza dan Mira Lesmana. Menurut Andrea Hirata, dengan diadaptasi menjadi sebuah film, pesan-pesan yang terkandung di bukunya diharapkan dapat lebih menyebar ke khalayak lebih luas. Film ini penuh dengan nuansa lokal Pulau Belitong, dari penggunaan dialek Belitung sampai aktor-aktor yang menjadi anggota Laskar Pelangi juga adalah anak-anak asli Belitung. Lokasi syuting juga di Pulau Belitong dan biaya produksinya mencapai Rp 8 Miliar. Laskar Pelangi adalah sebuah kisah anak bangsa yang menggambarkan perjuangan guru dan 10 siswa di Belitong untuk sebuah pendidikan. Ide pembuatan film ini berawal dari rasa kagum Mira Lesmana dan Riri Riza selaku Produser dan Sutradara film ini terhadap buku karya Andrea Hirata yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2004. “Buku Laskar Pelangi sanggup membuat kita tiba-tiba merasa bangga jadi orang Indonesia dan memompa semangat serta optimisme kebangsaan, dengan hadirnya karakter anak-anak Laskar Pelangi, Ibu Muslimah dan Bapak Harfan,” ucap Mira Lesmana selaku Produser film ini.
Selaku sutradara film Laskar Pelangi, Riri Riza mengungkapkan: “Laskar Pelangi memiliki cerita yang unik dan penuh dinamika dengan hadirnya 10 siswa dengan kararkter yang sangat kuat dan seorang guru ambisius yang mempunyai cita-cita besar dan luhur dan Andrea Hirata adalah faktor yang sangat penting kenapa kami ingin memfilmkan buku Laskar Pelangi ini. Saat pertama kali ketemu dengan Andrea, ada antusiasme yang terlihat di dirinya. Bertemu Andrea Hirata seperti melihat matahari yang bersinar keras sekali dan sangat inspiring.” sehingga lahirlah film laskar pelangi. Sebuah adaptasi sinema dari novel fenomenal “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata, yang mengambil setting di akhir tahun 70-an. Bagi sang penulis, Andrea Hirata, bukan hal yang mudah untuk mengijinkan karya sastra pertamanya ini untuk difilmkan. Jelas Andrea mempunyai alasan khusus kenapa ia mempercayakan penggarapan film Laskar Pelangi ini kepada Mira Lesmana dan Riri Riza. “Ada beberapa alasan kenapa saya rela menyerahkan cerita Laskar Pelangi ini kepada Mira Lesmana dan Riri Riza. Pertama, Mira dan Riri adalah sineas yang memiliki integritas, yang tidak semata melihat keinginan pasar dalam membuat karyanya. Kedua, Mira dan Riri mempunyai talent yang langka dalam membuat sebuah karya seni. Mereka bisa membuat film box office, tapi tetap bermutu. Dan setelah lama bergaul dengan mereka, saya semakin yakin kalau kedua sineas ini mempunyai indra keenam dalam membuat sebuah karya dan mempunyai perspektif yang unik,” ungkap Andrea.
Adapun keinginan Rira dan Mira untuk menampilkan anak-anak asli Belitong agar chemistry antara cerita dan para pemain muncul secara real dan natural. “Sejak awal kami memang tidak terpikirkan untuk menggunakan pemain di luar kota Belitong untuk tokoh-tokoh anak Laskar Pelangi. Jadi proses hunting dan casting pemain pun sudah kami lakukan sejak awal persiapan produksi,” ujar Riri. “Meskipun anak-anak ini belum berpengalaman dan awam dengan dunia akting, tapi mereka ini adalah anak-anak yang sangat berbakat, punya keberanian, mau mencoba, dan yang terpenting, mereka bisa mempresentasikan tokoh-tokoh utama di film ini,” lanjut Mira. Maka lahirlah film fenomenal laskar pelangi.
B. Fenomena-fenomena yang terjadi di dalam film maupun novel Laskar pelangi dibagi menjadi beberapa aspek yakni:
1) Aspek ekonomi
Didalam novel maupun film bahwa kekayaan alam Belitong dirampas perusahaan tambang timah bermerk, dan rakyat disitu tidak mendapat menikmati hasilnya, SD PN timah menggunakan meja-meja baru dipoles dengan pensil yang selalu baru diserut dengan kontras gubuknya SD Muhammadiyah. Kontras ini dipertajam dengan SD Timah selalu memakai seragam yang baru dijahit dan memakai batik hari Senin, dan murid-murid SD Muhammadiyah, dipakaikan baju satu-satunya. Namun, himpitan ekonomi tidak membuat anak-anak laskar pelangi menyerah begitu saja, mereka tetap semangat dalam belajar dan mengejar cita-cita hingga mereka berhasil dan salah satu muridnya yaitu Lintang berhaasil meraih cita-citanya pergi ke Paris,Prancis untuk studi di sana.
2) Aspek sosial
Hidup terkadang getir dan laskar pelangi adalah kegetiran itu. Rumah kayu reyot sampai penerangan lampu minyak tanah, sepeda rongsokan,isi rumah yang muram,sekolah yang hampir roboh dan anak-anak kumal yang ke sekolah bertelanjang kaki. Ksegetiran itu dihadapkan secara kontras sampai kemakmuran mereka yang berada di dalam tembok PN Timah. Sekolah yang lebih bagus dan lengkap fasilitasnya,anak-anak di dalam tembok yang bermain sepatu roda. Sementara di balik kawat teralis anak-anak miskin hanya bisa menyaksikan sampai menahan air liur untuk kemudian petugas keamanan akan mengusirnya.
Kekontrasan itu kemudian disatukan dalam sebuah adegan saat anak-anak SD Muhammadiyah harus mengikuti ujian di SD PN Timah. Kekontrasan itu semakin menohok saat anak-anak kumal mesti berada dalam satu ruangan sampai anak-anak SD PN Timah yang jauh lebih "bersih". Pandangan aneh yang menyergap saat anak-anak kumal itu ke sekolah tanpa berseragam dan mengenakan sandal, kekikukan yang tak mampu ditutupi di wajah Bu Guru Muslimah-diperankan secara apik oleh Cut Mini Theo- dan pandangan meremehkan dari guru-guru pengawas ujian. Ada sebuah nilai yang barangkali mesti kita petik, saat kita lebih suka menilai orang dari apa yang dikenakannya. Saat kita menjadi minder dan tidak percaya diri di saat berada dalam hal ini. Ini merupakan bentuk ketidak setaraan sosial didalam hidup bermasyarakat, yang dimana para murid-murid SD Muhammadiyah yang kumal-kumal dipandang rendah oleh sebagian murid-murid SD PN Timah. Namun, dibalik itu mereka punya kecerdasan otak yang tidak dimiliki oleh urid-murid SD PN Timah.
3) Aspek budaya
Kebudayaan yang diangkat dalam novel maupun film adalah karena letaknya di pulau belitong maka cerita tersebut menggunakan budaya melayu, hal ini tampak juga pada dialek yang digunakan ketika dalam berkomunikasi.
4) Aspek politik
Politisi dalam pemerintahan pulau belitong yakni pemerintah lebih mengutamakan pengusaha dari pada rakyat mereka yang masih banyak hidup dibawah garis kemiskinan. Dalam hal pendidikan pemerintah juga lebih condong ke sekolah yang dibangun oleh PT PN timah yankni SD PN Timah yamg memiliki sarana prasarana lengkap serta guru-guru yang berkualitas di zamannya. Jelas ini berbanding terbalik dengan SD Muhammadiyah yang notabene sekolah tertua di pulau belitong, yang dibiarkan begitu saja rusak dan tidak mendapat bantuan sama sekali bahkan telah mendapat surat dari Dinas pendidikan dan budaya, bahwa apabila mereka tidak mencukupi sepuluh orang dalam satu kelas maka sekolah tersebut akan ditutup. Ini merupakan politisasi dalam pendidikan, yang dimana pemerintah tidak mau ada yang menyaingi sekolah PN Timah.
5) Aspek agama
Pada cerita Laskar pelangi jelas bahwa agama yang dianut adalah islam, hal ini tampak pada penamaan sekolah mereka yakni SD Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah sebuah organisasi islam yang dibangun oleh KH.Ahmad dahlan. Didalam novel maupun film pun ketika pak Harfan dan bu Muslimah mengajar, mereka tidak pernah lepas dalam membimbing anak-anak muridnya untuk tetap berpegang teguh dan kokoh dalam ajaran agama islam.
C. Pesan/amanat
Kita dapat mengambil pelajaran untuk kondisi dulu hingga zaman sekarang bahwa bagaimanapun hidup yang kita jalani, kita harus senantiasa bersyukur. Kita dapat mengetahui arti perjuangan hidup dalam kemiskinan yang membelit cita-cita yang tingggi. Pada dasarnya kemiskinan tidak berkorelasi/berinteraksi langsung dengan kebodohan atau kejeniusan. Banyak sekali pelajaran yang dapat kita teladani dari novel maupun film tersebut seperti keagamaan, moral, cinta pertama yang indah, ketegaran hidup, bahkan makna sebuah takdir yang tidak bisa kita tebak. Selain itu kita dapat mencontoh tokoh-tokoh yang dapat diteladani seperti tokoh-tokoh manusia sederhana, jujur, tulus, gigih, penuh dedikasi, ulet, sabar, tawakal, takwa, dan sebagainya. Beberapa poin yang dapat kita simpulkan seperti sebagai berikut:
1. Janganlah menyerah dan jangan hiraukan orang yang menggangumu, teruslah berjalan jika sudah sesuai dengan tuntunan syarit islam, walaupun banyak yang tidak suka padamu.
2. Dari bersekolah dengan sungguh-sungguh cita-cita akan tercapai walaupun dengan usaha dan perjuangan yang sulit.
3. Kita dapat mengetahui arti perjuangan hidup dalam kemiskinan yang membelit dan cita-cita yang gagah berani dalam kisah tokoh utama buku maupun novel ini Ikal, akan menuntun kita dengan semacam keanggunan dan daya tarik agar kita dapat melihat ke dalam diri sendiri dengan penuh pengharapan, agar kita menolak semua keputusasaan dan ketakberdayaan kita sendiri.
• Biografi Penulis
Andrea Hirata Seman Said Harun lahir di pulau Belitung 24 Oktober 1982, Andrea Hirata sendiri merupakan anak keempat dari pasangan Seman Said Harunayah dan NA Masturah. Ia dilahirkan di sebuah desa yang termasuk desa miskin dan letaknya yang cukup terpelosok di pulau Belitong. Tinggal di sebuah desa dengan segala keterbatasan memang cukup mempengaruhi pribadi Andrea sedari kecil. Ia mengaku lebih banyak mendapatkan motivasi dari keadaan di sekelilingnya yang banyak memperlihatkan keperihatinan. Nama Andrea Hirata sebenarnya bukanlah nama pemberian dari kedua orang tuanya. Sejak lahir ia diberi nama Aqil Barraq Badruddin. Merasa tak cocok dengan nama tersebut, Andrea pun menggantinya dengan Wadhud. Akan tetapi, ia masih merasa terbebani dengan nama itu. Alhasil, ia kembali mengganti namanya dengan Andrea Hirata Seman Said Harun sejak ia remaja.
Penulis Andrea Hirata
Negara
Indonesia
Bahasa
Indonesia
Genre Roman
Penerbit
Bentang Pustaka (Yogyakarta)
Tanggal terbit 2005
Halaman xiv, 529 halaman
ISBN
ISBN 979-3062-79-7
Kata pengantar
assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, karena berkat rahmat Allah Swt, saya dapat menyelesaikan Resensi dan Analisis Sastra bandingan yang mengkaji cerita rakyat dengan judul Rajapala dan Jaka Tarub. Di lanjutkan kajian bandingan sastra novel Laskar Pelangi dan film laskar pelangi yang di adaptasi dari novel karya Andrea Hirata yang di sutradarai oleh Riri Riza dan di bantu oleh Mira lesmana. Semoga dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi yang membacanya. Amien.
Penulis,
Suprayogi
209 502 038
TUGAS FINAL
OLEH :
SUPRAYOGI
209 502 038
A/V
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAKIDENDE
UNAAHA
2012
MUTU PENGGUNAAN BAHASA PADA MEDIA CETAK
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Media massa adalah sarana informasi dan komunikasi untuk umum dalam bentuk cetak, elektronik, atau bentuk lain. Media massa merupakan sarana publikasi berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, bahasa media massa akan mencakup berbagai bidang kehidupan. Media massa sering dijadikan sebagai barometer dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar oleh masyarakat. Namun, pada kenyataannya belum seluruh media massa dapat dijadikan sebagai contoh dalam penggunaan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, guna mendorong peningkatan mutu penggunaan bahasa Indonesia di media massa, khususnya media massa cetak, akan dilakukan penilaian terhadap penggunaan bahasa Indonesia di media massa cetak. Penilaian itu juga dilakukan untuk memperoleh pemeringkatan media massa cetak yang menggunakan bahasa Indonesia terbaik. Bahasa menunjukkan bangsa. Bagi pekerja pers, terutama media massa cetak seperti surat kabar harian, tabloid, maupun majalah, bahasa menunjukkan citra media. Majalah Tempo, Kompas dan Media Indonesia memiliki kekhasan penggunaan bahasa yang terkenal lugas, singkat, padat, dan mudah dipahami.
2. Rumusan masalah
Beberapa masalah yang harus diungkap seputar mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa, baik elektronik maupun cetak adalah sebabai berikut:
2.1.Bagaimana peran media massa dalam perkembangan mutu penggunaan bahasa Indonesia
2.2 Bagaimana Pengembangan mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa.
2.3 Bagaimana Pembinaan untuk meningkatkan mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa.
3. Tujuan
Beberapa tujuan yang ingin dicapai seputar mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa akan coba diungkap pembahasan tersebut adalah sebagai berikut:
3.1.Untuk mengethui seberapa besar peran media masa dalam perkembangan mutu penggunaan bahasa Indonesia.
3.2. Untuk mengetahui peran penting media massa dalam perkembangan bahasa Indonesia.
3.3.Untuk mengatahui bagimana perkembangan mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa.
3.3. Untuk mengetahui bagaimana pembinaan mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa.
4. Manfaat
Dalam pembahasan mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa tentunya banyak manfaat yang dapat kita peroleh seperti sebagai berikut:
4.1. Bagi para jurnalis/wartawan/pers ketika menulis sebuah jurnal di dalam media massa harus lebih teliti lagi dalam menggunakan bahasa Indonesia baik dari segi kosa kata maupun strukturnya yang harus disesuaikan dengan kidah yang ada, agar para pembaca tidak merasa bosan ketika membaca atau menonton sebuah berita yang disajikan.
4.2. Bagi para sastrawan dapat lebih jeli lagi ketika melakukan penelitian bahasa Indonesia diberbagai media massa yang ada baik dari segi kosa kata maupun stukturnya.
4.3. Bagi para guru atau calon guru bahasa Indonesia ketika melakukan penelitian dalam media massa harus lebih teliti lagi untuk menjaga agar penggunaan bahasa Indonesia sudah sesuai kaidah yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Media Massa Berperan Penting dalam Perkembangan Bahasa Indonesia.
Media massa (cetak ataupun elektronik) setiap hari mengunjungi masyarakat dengan menggunakan sarana bahasa Indonesia. Oleh karena itu, media massa memiliki fungsi yang amat strategis dalam upaya pengembangan ataupun pembinaan bahasa Indonesia. Bahkan, sering terjadi media massa dijadikan acuan dalam penggunaan bahasa Indonesia. Mengingat fungsi yang begitu strategis, pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia perlu memanfaatkan media massa, baik cetak maupun elektronik.
Ketua Pusat Bahasa, Dendy Sugono mengatakan Media Massa selain jadi guru juga mempunyai peranan penting dalam perkembangan bahasa. Untuk itu pihaknya mengharapkan media massa dapat mengembangkan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. "Peranan media massa saat ini sangat penting dalam pengembangan bahasa", ungkapnya kepada Pelita setelah mengadakan konferensi pers Kongres Bahasa Indonesia VIII di Hotel Indonesia Jakarta, Selasa (7/10).
Menurut Dendy, mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa sangat bervariasi. Baru beberapa media massa yang menunjukkan tingkat penggunaan bahasa secara baik dan benar, selebihnya masih dapat dikategorikan berantakan, bahkan membuat bahasa atau istilah baru yang justeru tidak ada di dalam kamus bahasa Indonesia.
Kondisi ini menunjukkan penggunaan bahasa Indonesia di media massa semakin menurun, maka untuk Kongres Bahasa Indonesia ke VIII yang akan diadakan di Hotel Indonesia mengambil tema "Peran Media Massa Dalam Kehidupan Berbahasa dan Peran Sastra Dalam Kehidupan Masyarakat." Jadi media massa mendapat tempat yang istimewa untuk dibahas dan diperbaharui (didiskusikan) kedudukannya sebagai mitra kerja Pusat Bahasa.
Dengan harapan kondisi ini dapat diperbaiki karena media massa sangat berpengaruh terhadap cara berbahasa masyarakat awam. Baik buruknya bahasa media massa sangat berpengaruh terhadap bahasa masyarakat. Selain itu media massa juga berperan sebagai guru karena beritanya dipercaya dan bahasanya ditiru atau dicontoh oleh masyarakat.
Namun menurut Dendy media massa juga membawa dampak negatif bagi masyarakat, karena memiliki ekspresi sehingga lupa akan ketentuan berbahasa, seperti menggunakan kosakata baru yang inkonvensional, misalnya kosakata gaul ataupun kosakata asing. Bahkan mempopulerkan istilah-istilah baru yang pada dasarnya tidak ada di dalam kamus bahasa Indonesia.
2.2. Pengembangan mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa.
Media massa merupakan sarana publikasi berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, bahasa media massa akan mencakup berbagai bidang kehidupan. Sumbangan bahasa daerah terhadap pengembangan bahasa Indonesia melalui media massa terpulang kepada para penguasa media massa itu sendiri. Dalam pemanfaatan bahasa daerah tersebut perlu dipertimbangkan kaidah penyerapan yang tertuang dalam prosedur pembentukan istilah. Kosakata bahasa daerah yang belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia perlu dipertimbangkan menjadi warga kosakata bahasa Indonesia melalui proses penyerapan tersebut. Untuk itu, perlu digali potensi kosakata bahasa daerah di Nusantara ini demi memperkaya kosakata bahasa Indonesia melalui penelitian kosakata bahasa daerah. Sementara itu, pemantapan sistem atau kaidah pembentukan kata dan kalimat harus lebih selektif karena bahasa-bahasa daerah memiliki sistem tersendiri. Dalam hubungan dengan pengembangan bahasa Indonesia media massa dapat mengambil peran dalam penggalian dan penyebarluasan kosakata dari khazanah budaya daerah.
Pengembangan ditujukan pada upaya peningkatan mutu daya ungkap bahasa Indonesia. Peningkatan mutu daya ungkap itu meliputi perluasan kosakata bahasa Indonesia dan pemantapan kaidah-kaidahnya sejalan dengan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi serta kebudayaan yang amat pesat. Perkembangan kosakata dapat diketahui dari pertambahan kata yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia. Kamus W.J.S. Poerwadarminta yang terbit tahun 1953 memuat sekitar 23.000 lema bahasa Indonesia. Pada tahun 1976 kamus itu diolah kembali oleh Pusat Bahasa dan ditambahkan 1.000 lema baru. Gambaran itu memperlihatkan dalam kurun waktu 29 tahun seolah-olah hanya terjadi penambahan 1.000 kata saja. Sementara dalam waktu 12 tahun berikutnya, tepatnya tahun 1988, telah terjadi penambahan 49.000 kata baru yang termuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Pertama. Kini kamus itu telah mernuat 78.000 lema (kata umum) dan dalam pengembangan istilah telah diperoleh 265.000 istilah dalam berbagai bidang ilmu. Kondisi itu menunjukkan bahwa perkembangan kosakata bahasa Indonesia amatlah cepat, terutama dalam waktu 25 tahun menjelang pergantian abad ke-20. Meskipun demikian, kekurangan kosakata bahasa Indonesia masih saja terasakan jika digunakan untuk mengungkapkan ilmu dan teknologi, termasuk teknologi komunikasi melalui media massa. Pengembangan kosakata dalam berbagai bidang itu lebih didominasi oleh sumber bahasa asing, terutama dalam dua dasawarsa terakhir ini. Sumber pengembangan kosakata itu perlu diimbangi dengan pemanfaatan bahasa daerah. Keragaman bahasa daerah (726 bahasa) merupakan kekayaan yang perlu digali sebagai sumber pengayaan kosakata bahasa Indonesia.
Penggalian budaya daerah ke dalam bahasa Indonesia itu akan memperkaya kosakata bahasa Indonesia yang sekaligus mengimbangi laju pertumbuhan kosakata bahasa Indonesia dari penyerapan kosakata bahasa asing. Selama pengungkapan budaya daerah tersebut belum terdapat dalam kosakata bahasa Indonesia, pengambilan kosakata bahasa daerah dalam pengungkapan budaya daerah tersebut akan memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Misalnya, kata kaharingan, ganihut, dan mandau adalah contoh pengangkatan kosakata bahasa daerah yang memperkaya bahasa Indonesia. Kata ngaben, pura, galungan, dan subak adalah kata-kata bahasa Bali yang masuk ke dalam bahasa Indonesia. Dengan kata lain, media massa memiliki peran yang amat penting dalam pengayaan kosakata bahasa Indonesia sekaligus penyebarluasannya ke masyarakat Indonesia di luar wilayah bahasa daerah yang bersangkutan, bahkan ke penutur di luar Indonesia.
2.3. Pembinaan untuk meningkatkan mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa.
Pembinaan ditujukan pada upaya peningkatan mutu penggunaan bahasa Indonesia. Upaya itu dilakukan melalui perbaikan pengunaan bahasa Indonesia dalam berbagai bentuk tulisan. Selain itu, pembinaan dapat menyangkut masyarakat penutur. Untuk itu, perlu intenisif dilakukan pemasyarakatan penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar ke seluruh lapisan masyarakat. Apapun yang dilakukan dalam pengembangan kosakata, kalau hasilnya tidak dimanfaatkan oleh masyarakat, upaya itu akan sia-sia. Untuk itu, peran media massa menjadi sangat penting dalam memasyarakatkan hasil pengembangan kosakata, termasuk yang bersumber dari bahasa daerah.
Media massa menyampaikan berita, informasi, opini, artikel, dan sebagainya ke masyarakat pembaca atau pemirsanya dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarananya. Secara tidak langsung media massa merupakan media pendidikan bagi warga masyarakat dalam berbahasa Indonesia. Kata anda, yang digunakan untuk memperkaya kata ganti orang kedua diperkenalkan tahun 1952, tanpa peran wartawan memuat kata itu dalam media massa tidak akan populer kata itu di lingkungan penutur bahasa Indonesia.
Di lingkungan pendidikan persekolahan media massa memiliki peran yang strategis pula dalam pengungkapan berita hangat, opini masyarakat, informasi, dan artikel yang akan memperkaya wawasan peserta didik. Melalui pemuatan hal-hal tersebut dengan menggunakan bahasa Indonesia, peserta didik secara tidak langsung memiliki wawasan bahasa media massa yang memiliki kekhasan tersendiri. Hal itu akan ikut membentuk kepribadian peserta didik dalam berpikir, berekspresi, dan berkomunikasi secara efektif dan efisien yang akan menuntun mereka bertindak dengan jujur, sopan, dan sportif. Pengungkapan dengan menemukan jawaban atas pertanyaan apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana merupakan contoh konkret pengetahuan yang diperoleh dari wartawan.
BAB III
Penutup
A. Kesimpuan
Dari gambaran di atas tampak bahwa media massa memiliki peran yang strategis dalam pengembangan kosakata bahasa Indonesia melalui ‘penggalian kosakata dari budaya’ daerah. Dalam pembinaan, media massa menjadi guru bagi masyarakat pembacanya, baik di lingkungan persekolahan karena pengembangan bahan ajar kini mengambil media massa sebagai salah satu sumber belajar, maupun masyarakat luas. Media massa memainkan peran dalam pencerdasan kehidupan bangsa Indonesia. Mengingat peran yang strategis itu, media massa diharapkan menggunakan bahasa yang baik dan benar dengan kekhasan laras bahasa media massa, yang tentu saja tidak disamakan dengan penggunaan bahasa dalam penulisan karya ilmiah ataupun dalam karya sastra.
B. Saran
Dalam peningkaan mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa yang harus diperhatikan oleh para penulis baik itu jurlanis/wartawan/pers dan semua pihak yang turut terlibat dalam penggarapan sebuah karya tulis adalah struktur dan kosa kata bahasa Indonesia dalam penggunaannya yang sesuai dengan kaidah yang berlaku pada KBBI agar ketika sebuah karya tulis yang disajikan kepada pembaca atau penonton tidak mengalami kerancuan sehingga membuat para pembaca atau penonton tidak mengalami kesulitan dalam mencerna dan memahami berita atau karya tulis yang disajikan kepada khalayak umum. Peningkatan mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa selain memberi keterangan yang jelas kepada masyarakat luas tentang struktur dan kosa kata bahasa Indonesia juga bisa meningkatkan bahasa Indonesia itu sendiri baik dari segi kosa katanya yang akan terus bertambah seiring perkembangan media massa yang sudah begitu pesat.
Daftar Pustaka
Aiwi, Hasan dan Dendy Sugono (Ed.). 2000. Polilik Bahasa. Progress.
Amarinza, Ediruslan Pe. 2000. “Sumbangan Bahasa Daerah terhadap Bahasa Indonesia: Sebuah Tinjauan.” Dalam Dendy Sugono dan A Rozak Zaidan (Ed.). 2001. Bahasa Daerah dan Otonomi Daerah, Jakarta: Pusat Bahasa.
Astraatmadja, Atmakusumah. 1997. “Pengamatan atas Penggunaan Bahasa
Indonesia dalam Media Pers Dewasa Ini“. Dalam Dendy Sugono (Ed.). 2003. Bahasa Indonesia menuju Masyarakat Madani. Jakarta Progress
Jumariam dkk. 1995. Senarai Kala Serapan dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PusatPerbukuan.
Hadi, Parni. 1997. “Bahasa Indonesia dalam Media Massa Cetak (Dalam Dendy Sugono. 2003. Bahasa Indonesia menuju Masyarakat Madani. Jakarta: Progress.
Sugono, Dendy (Ed.). Bahasa Indonesia Menuju Masyarakat Madani Jakarta: Progess.
DAFTAR ISI
Kata pengantar i
Daftar isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1. Latar belakang 1
2. Rumusan masalah 1
3. Tujuan 2
4. Manfaat 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1. Bagaimana peran media massa dalam perkembangan mutu penggunaan bahasa Indonesia 3
2.2. Pengembangan mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa. 4
2.3. Pembinaan untuk meningkatkan mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa . 6
BAB III PENUTUP 7
A. Kesimpulan 7
B. Saran 7
Daftar pustaka iii
TUGAS
Mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa
OLEH :
SUPRAYOGI
209 502 038
A/V
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAKIDENDE
UNAAHA
2012
Kata pengantar
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan lancar tanpa ada hambatan yang berarti. Dalam makalah ini yang membahas tentang mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa.
Materi yang disajikan dan dibahas dalam makalah ini ada beberapa poin yang penting sebagai berikut : Bagaimana peran media massa dalam perkembangan mutu penggunaan bahasa Indonesia, pengembangan mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa., dan pembinaan untuk meningkatkan mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa.
Dalam makalah ini, saya menyadari bahwa penyusunannya banyak terdapat kekurangan terutama dari segi materi yang disajikan. Hal tersebut merupakan keterbatasan saya sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Mudah-mudahan makalah ini dapat menjadi pedoman kita semua khususnya guru dalam menerapkan pembelajaran di kelas maupun luar kelas. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua. Amien
Unaaha, Januari 2012
penulis
Suprayogi
209 502 038
CERPEN "BAGANG"
CERPEN Bagang Karya: Suprayogi
Laut semua sama, ada deburan ombaknya, ikannya, butiran pasirnya, dan juga lambaian anginnya. Tapi tiap kali aku injakkan kaki disini, aku merasa ada yang unik, entah itu airnya, pasirnya atau mungkin juga nyiuran melambainya. Yang pasti inilah waktunya aku menikmati panorama di pesisir pantai Tapulaga, Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata dan sungguh menakjubkan senja sore di ufuk barat, matahari mulai hendak beristirahat di pelabuhannya.
Pukul 17.30 lewat, Kami mulai mempersiapkan alat-alat penangkap ikan. Setelah semua perlengkapan siap, waktunya berangkat. Gemuruh mesin mulai memecah air, lambat laun kapal mengendap-ngendap, teriakan kanak-kanak jungkir balik ke air, menambah riuhnya suasana dan semakin bersemangatnya untuk beroleh hasil yang maksimal. Kami bertiga pun fokus menyeimbangkan kapal yang kian rentah ini. Sepanjang perjalanan, bidikan lensa hapeku tak pernah lepas dari indahnya pemandangan disekitar laut yang sejauh mata memandang hanya gunung dan langit yang membatasinya. Perjalanan yang hanya memakan waktu kurang lebih sepuluh menit, sampailah kami di tempat penangkapan ikan. Tak membuang-buang waktu, kami langsung bergegas memasang peralatan penangkapan ikan dibawah laut, kurang lebih memakan waktu satu hingga dua jam untuk mempersiapkan semuanya. Jaring yang membentuk persegi empat yang cukup lebar dan luas yang dipasangi pemberat dimasing-masing sudut, dengan tujuan agar jaring tidak terbawah oleh arus dibawah air dan tak lupa dipasangi lampu diatas permukaan air guna memancing ikan untuk berkumpul dibawah cahaya lampu tersebut dan akhirnya semua telah usai terpasang. Menunggu dan menunggu, yang ternyata waktunya cukup lama untuk mengumpulkan ikan, tetap sabar dan sabar. Akhirnya tiba saatnya mengangkat jaring dan Allhamdulillah meski hasilnya agak kurang, tak seperti hari-hari biasa namun, semua itu tak membuat kami putus asa untuk memasangnya lagi. Sembari menunggu, saya dan sepupuku memutuskan untuk mengambil perahu dan pergi memancing, walaupun ini bukan salah satu hobiku, tapi aku harus mencobanya,dan sebelum turun kami mengisi perut terlebih dahulu. Pancing-memancing, ikan yang kami dapat lumayan banyak dan ternyata memancing itu ada asyiknya juga, apalagi disaat tarik-menarik dengan ikan yang besar, wah! cukup melelahkan tapi bisa dicoba untuk kali kedua. Tak terasa malam semakin larut, bulan mulai memancarkan keindahan sinarnya, yang tadinya ditutupi oleh awan gelap disertai hujan deras dan angin keras. seiring itu, kantuk pun mulai menyerang, yang ternyata jam sudah menunjukkan pukul 01.00, aku dan sepupuku memutuskan untuk beristirahat didalam rumah mini tepat ditengah bagang yang bisa menampung dua hingga tiga orang saja, tapi pamanku tetap menjaga jaring, takut terjadi yang tidak diinginkan. Satu, dua, tiga jam telah berlalu, aku tersadarkan oleh desiran air yang bergelombang, aku langsung bergegas keluar ternyata pamanku tengah menggulung jaring untuk kali kedua, kami pun seraya membantunya. Jaring telah sampai kepermukaan, nampaklah ikan loncat sana-sini. Lagi-lagi ikan yang kami dapatkan tidak begitu banyak, namun lebih banyak ketimbang yang pertama tadi. Yaa…!!! ini semua patut disyukuri. Walaupun mengecewakan, kami tetap bersemangat menyambut pagi yang cerah. Matahari pun mulai mengintip di balik gunung, memancarkan sinarnya yang menyilaukan mata, ini menandakan peristirahatannya telah usai. Untuk menambah hasil tangkapan, kami melanjutkan memancing. Tak menunggu lama, setelah memasang umpan, aku langsung mengulur tali pancing ke laut, semenit berlalu ikan langsung menyambar pancingku, wah! ternyata ikan super besar yang memakannya, karena ikan tersebut terlalu besar dan tidak sesuai dengan pancing yang aku gunakan dan alhasil ikan tersebut memakan hingga putus dan membawanya lari entah kemana, terpaksa aku harus menggulungnya dan memperbaiki pancing yang rusak. Dua menit berselang, Paman saya ternyata strike, Wah!!! luar biasa paman dengan keahliannya yang sudah terbiasa menghadapi situasi tersebut, saling tarik-menarik dengan ikan, yang ternyata tak mau menyerah begitu saja dan finaly Paman pun memenangkan duel tersebut, ikan merah pun menyerah dan naik dengan perlahan-lahan kepermukaan air. Belum selesai ikan di taruh ke ember, sepupu saya juga strike kali ini ia meminta bantuan, karena tubuhnya yang masih kecil sehingga ia belum bisa berduel dengan ikan-ikan besar. Ikan kembali menyerah, ikan pun kembali harus merelakan dirinya bersandar di penampungan.
Pukul 08.00 pagi lewat, kami bergegas pulang. Tapi, sebelum pulang, Paman terlebih dahulu memindahkan bagang ke tempat yang lebih banyak lagi ikannya. Namun, naas mesin kapal tak mau berbunyi, sejam diutak-atik tapi mesin tak kunjung bersahabat. Terpaksa kapal harus di dayung hingga ke tempat yang dituju. Lelah tampak pada raut wajah paman, tak tega tapi ini sudah resiko pekerjaan, dibantu dengan ombak disertai angin, kapal pun perlahan-lahan berjalan, sambil di arahkan oleh paman sang pengemudi. Matahari mulai setengah memuncak, bagang di bantu kapal telah sampai ke tempat yang dituju. Sebelum melanjutkan perjalanan, paman terlebih dahulu melepaskan kepenatan dan meregangkan otot-otot yang tak kurang dari sejam mendayung dan mengarahkan kapal yang menarik bagang. Setelah beristirahat, Paman kembali mengecek mesin, siapa tahu kali ini, dia telah kembali ingin bersahabat lagi, dan ternyata si diesel tak kunjung membaik, mau tak mau kami harus mendayung pulang. Di dalam perjalanan pulang, lagi-lagi aku tak melepaskan bidikan lensa kamera hapeku dari indahnya pemandangan di sepanjang perjalanan. Biru laut, burung terbang kian kemari, serta bisingan kapal besar yang lalu lalang, menambah riuhnya panorama. Jarak tempuh kian dekat, dermaga kecil telah nampak di pelupuk mata, sesampai di dermaga, kami di sambut oleh sekelompok anak-anak kecil yang tak lain adalah anak-anak paman. Bergegas kami bawa peralatan dan hasil tangkapan kami semalam ke rumah untuk sebagian disantap dan dijual ke pasar, atau kadangkala ada tetangga yang hendak menawarnya. Sehabis bersih-bersih badan, ikan pun kini siap dihidangkan, aromanya begitu terasa sedap hingga menusuk hidung, maklum ikan hasil usaha sendiri begitu berbeda dengan ikan yang dihargai dengan rupiah.
Tak terasa, seminggu lebih aku disini. Semua keluarga telah kukunjungi untuk bersilaturahim. Kini tiba saatnya aku kembali ke Unaaha, karena masa liburanku kini telah usai. Pamit terlebih dahulu kepada keluarga paman merupakan hal yang wajib, kuda besi telah dipanasi, cek sana-sini telah usai, persiapkan konsentrasi, mengingat perjalanan yang akan memakan waktu kurang lebih dua hingga tiga jam itu, tentunya membutuhkan stamina yang cukup, agar bisa tetap fokus disepanjang perjalanan “Assalamualaikum dan sampai jumpa lagi dilain waktu”, jawabku kepada mereka.
Langganan:
Postingan (Atom)