PROSA FIKSI Nama : Suprayogi
No.STB : 209 502 038
Menceritakan kembali cerpen “SUNGAI” karya Nugroho Notosusanto dengan judul :
Sersan kasim
Sersan kasim adalah anggota TNI yang memimpin regu 3 , peleton 2 yang terakhir dan akan pulang ke daerah operasinya Jawa Barat, sebelum kembali ia harus menyeberangi sungai Serayu yang terletak di Jawa tengah, di sungai itu ia menyimpan kenangan yang teramat pahit dalam hidupnya, yang ketika mengingat kejadian tersebut ia amat terluka dan merasa sangat kehilangan.
Suatu hari, ketika istrinya Aminah yang baru ia nikahi dan tengah mengandung dua bulan, yang bersitegang dan keras kepala, ingin ikut pergi bersamanya ke wilayah kekuasaan republik, ketika itu tepatnya sepuluh bulan yang lalu, pada bulan Februari 1948. Persetujuan renville telah ditanda tangani dan pasukan-pasukan TNI harus hijrah dari belenggu wilayah de facto Belanda. Banyak diantara bintara dan prajurit yang membawa serta anak istrinya.
Sersan kasim sebenarnya ingin menitipkan istrinya kepada mertuanya di Pager Ageung namun tak sempat. Setelah mereka tiba di Yogya,Dua bulan kemudian bayi mereka lahir dan diberi nama Acep. Namun tragisnya Aminah tidak bisa bertahan hidup ketika melahirkan Acep ia meninggal dunia, namun Acep selamat dan bisa bertahan hidup berkat perawatan yang khusus dari dokter dan perawat yang ada di rumah sakit tentara.
Kini sersan kasim harus kembali lagi ke Jawa Barat. setelah melewati perjalanan yang panjang melewati gunung,lembah dan sungai-sungai dari Yogya– Priangan timur yang telah ditempuh sejauh 300 kilometer. Ini disebabkan karena tidak adanya kendaraan yang bisa mereka pergunakan sehingga perjalananlah satu-satunya cara yang harus ditempuh.
Akhirnya mereka kembali menapaki kakinya lagi menyeberangi sungai Serayu, akan tetapi di hulu, di kaki pegunungan Banjarnegara tiada lagi jembatan dan mereka harus turun berenang menyebranginya dan semua resiko harus mereka hadapi demi perjuangan melawan sekutu.
Pada saat itu mereka terjebak dengan keadaan, sersan Kasim yang tengah mengendong Acep di panggulnya harus menuruni tebing yang curam dan ia di landa kedinginan yang luar biasa karena hujan yang tengah melanda, kemudian ia memperbaiki kain yang menyelimuti dan mengikat di panggulnya agar lebih aman dan nyaman agar Acep tidak mengeluarkan suara atau sampe menangis, karena apabila ada sedikit suara yang berisik, maka mereka akan ketahuan, namun tak hanya dia yang mengalaminya, tetapi semua Prajurit yang ada di depannya.
Karena dingin yang begitu keras melanda sehingga pesan yang disampaikan Komandan Peleton harus dibisikkan dari mulut ke mulut bahwa “kepala Regu kumpul”, dan kemudian pun Sersan kasim telah menerima perintah penyeberangan dari Komandan Peleton.
Menurut mata-mata atau intelligence bahwa sekutu telah menjaga di tepian dengan satu kompi. Karena di jaga di setiap bagian airnya, membuat mereka harus menyeberangi hilir sungai dan perkiraan air setinggi dada sehingga Printis memasang tali untuk berpegang.
Komandan peleton melakukan komunikasi dengan Sersan Kasim mengenai bayinya yang nekat ia bawa,ada keraguan yang menyelimuti Komandan Peleton bahwa akan terjadi sesuatu yang akan menimpa mereka, semua itu ia abaikan karena sudah tekat bulatnya bahwa ia tidak ingin menitipkan Acep pada Pak Lurah Karangboga dan penduduk Karangboga, mengingat bahwa Acep kini telah kehilangan ibu yang telah berjuang melahirkannya sehingga harus kehilangan nyawanya dan tidak jelas pula nasib ia nanti, karena setelah situasi aman mereka akan diseberangi sedikit demi sedikit oleh para regu setelah diberi tahu oleh Kurir.
Intruksi pun disampaikan semua anggota untuk bubar,namun Sersan Kasim diminta untuk tinggal , dan sekali lagi Sersan Kasim merasa keraguan akan ia bawa sendiri bayi dan itu akan menimbulkan bencana bukan hanya bagi dirinya bahkan semua prajurit yang ikut bersama mereka maupun masyarakat sekitar, karena pernah suatu kejadian yaitu “Kompi 3 batalyon B kehilangan 16 prajurit dan 10 keluarga, hanya karena serangan mendadak oleh musuh, hal tersebut disebabkan hanya karena seorang bayi yang menangis dengan kencang dan tangisnya itu dengan cepat menular pad beberapa anak kecil lainnya, sehingga mereka pun di hujani peluru oleh para sekutu sehingga prajurit dan keluarganya banyak yang tewas pada saat kejadian tersebut.
Sersan Kasim pun membayangkan sunyi malam yang akan pecah oleh bising suara peluru yang akan menyala menghujani mereka dan akan terjebak kompinya ditengah-tengah sungai dan tak berdaya,namun ia mengabaikan firasat tersebut dan ia telah bulat tekatnya.
Sepintas ia memperhatikan Acep yang disusui oleh sebotol susu,rasa kasihan terhadap anaknya yang tak sempat mengenal ibunya membuat ia nekat untuk membawa sendiri bayinya untuk menyeberangi sungai guna membawakan pulang mertuanya di pager Ageung, namun tak memperdulikan apa yang akan terjadi nanti.
Sekali lagi komunikasi terjadi antara Komandan Peleton dengan sersan Kasim, yang menyakan apakah ia yakin akan keputusannya itu, dengan yakinnya ia menjawab “insyaAlllah dia tidak akan menangis”. Sekali lagi keegoisan Kasim kini tak bisa dibendung lagi,ia tidak mau memperhatikan nasib para prajurit lainnya yang akan terjadi apa-apa pada mereka.
Ketika giliran peletonnya untuk menyeberang sungai, Kasim mengigil lebih keras lagi. Bukan hanya karena hujan, bukan juga hanya karena angin yang bertiup dengan kerasnya tapi Acep yang mulai resah karena mulai terkena air dan membasahi gendongannya. Dan tiba-tiba kejadian yang tidak diinginkan terjadi, Acep menangis dengan cukup keras sehigga kesunyian malam pecah begitu saja. Karena tangisnya tersebut membuat mereka ketahuan leh musuh dan hujan peluru pun tak bisa dihindari, menyala-nyala bagaikan kembang api. Membuat seluruh kompi terdiam pada tempatnya masing-masing yakni peleton 1 diseberang,peleton 3 diseberang sini dan peleton 2 ditengah-tengah sungai, disitulah tempat Acep menangis pada gendongan bapaknya.
Setelah beberapa menit yang terasa berjam-jam, Kini sersan Kasim tak sadarkan diri,Acep yang masih menangis musuh pun tak hentinya menghujani mereka dengan peluru namun seluruh kompi bergantung pada dia.
Sesaat kemudian Acep menghentikan tangisnya,musuh mulai menghentikan tembakannya dan sunyi senyap pun kini kembali.
Kini pasukan yang baru mengalami ketegangan yang begitu besar, kini telah kembali bernafas lega dan selamat tiba diseberang.
Waktu berlalu dengan cepatnya, waktu shubuh berlalu dan datangnya pagi yang menyongsong, para kompi menunda penjalanannya untuk sementara, namun kedudukan musuh masih teramat dekat yang sewaktu-waktu bisa menyerang mereka. Mereka berhenti pada sebuah desa.
Tragis, pada kejadian semalam membuat Acep meniggal dunia kaena dingin atau tenggelam. Bersama pak Lurah, masyarakat dan seluruh kompi mengadakan upacara singkat di pinggir desa guna menghantarkan Acep keperistirahatan terakhirnya , Acep pun di turunkan ke liang kubur. Sersan kasim yang basah kuyup merasa sangat kehilangan,dia terjongkok didepan pusara kecil.
Akhirnya Ia berdiri dan memandang semua orang yang ada disekitarnya, tampak kesedihan terpancar diwajahnya.
Komandan kompi tampil kedepan, ia menghampiri Kasim . ia menggenggam kedua tangan sersannya, matanya merah karena bukan hanya karena kurang tidur tetapi kesedihan melandanya dan tampak juga diwajahnya dan ia tak bisa berkata apa-apa.
Kompi melanjutkan kembali perjalanan setelah setengah jam berlalu, melalui bukit dipinggir kali. Mentari telah muncul memancarkan sinarnya. Ditengah-tengah barisan tampak Kasim dengan gendongan bayi yang kosong pada bahunya. Sungai yang tampak tenang dan keharuan yang luar biasa kini melanda Sersan Kasim tak dapat dibendung lagi ini disebabkan karena keegoisannya tak bisa ia kontrol sehingga mengakibatkan ia harus kehilangan orang yang paling ia sayangi.
Dan sersan Kasim berjalan terus, dan sungai dibawah sana terus mengalir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar