Jumat, 15 Juli 2011

SINOPSIS NOVEL "bertambah semp[it rasanya"


SINOPSIS NOVEL                                                          NAMA: SUPRA YOGI
           KELAS: III/A
                                                                                          STAM: 209 502 038
BERTAMBAH SEMPIT ALAM RASANYA

Empat belas hari lamanya Hanafi tinggal dipelihara di Rumah sakit Paderi di Semarang. Dalam waktu yang sekian adalah tiga hari lamanya ia tidak sadarkan diri, yaitu dari waktu jatuh pingsan melepas istrinya itu. Di waktu itu perangainya tidak berubah dengan perangai orang gila, karena jika ia tidak pingsan, bertuturlah ia sepanjang-panjangnya, tapi semata-mata berputar pada hal-ikhwalnya dengan corrie saja.

Setelah tiga hari lamanya tidak lepas, maka bertukarlah keadaannya. Meskipun pikiranya sudah jernih dan perangainya tidak sebagai orang berubah ingatan lagi, tapi mulutnya sebagai terkatup saja. Kedengaran suaranya hanyalah kalau dokter,suster atau verlpleger bertanyakan sesuatunya saja. Kawan-kawan sakit yamg lain tidak diindahkan serambut juga, bahkan takut atau seganlah ia berhampiran atau berpandangan dengan mereka itu.

Tapi, segala keperluannya tidak ada yang dihapalkannya. Terlebih dahulu ia menulis surat kepada tuan rumahnya di Betawi, menceritakan halnya sakit dan dipelihara dirumah sakit itu surat itu disertai pula dengan sehelai surat lain,  teralamat kepada chef-nya dan sehelai sertifikat doter.

Hal corrie tidak disebutnya dengan sepatah kata.

Setelah empat belas hari lamanya di rumah sakit, dokter mengizinkan dia pulang karena penyakitnya tidak kelihatan lagi. kecuali hanya segan bertutur dan bergaul dengan orang lain saja.

Seketika keluar dari rumah sakit itu, teruslah ia kekubur Belanda. Dengan segera ia minta tolong kepada administratur pekuburan itu buat menunjukkan kuburan istrinya. Tuan administrator yang baik budinya segera membawa ketempat itu. Dijalan ia berkata, “dengan mufakat Nyonya Van Dammen dari rumah tumpangan anak yatim piatu dan dengan ongkos Nyonya itulah kami bawalah istri Tuan kekelas satu. Hanya fasal tembok-tembok, barulah kita mufakatkan lagi.”

Hanfi menurutkan tuan Administratur dari belakang dengan tidak berkata sepatah jua. Tiap-tiap tuan itu menoleh kebelakang, seoalah-olah hendak meminta jawabya, maka mengangguk-ngangguklah kepalanya.didalam jabatan menjadi kuasa kubur, sudah acap kalilah tuan Administratur  itu bertemu dengan orang sebagai Hanafi perangainya. Jadi, tiadalah tuan itu merasa hati, dilawan mengangguk dan menggeleng itu saja oleh Hanafi, karena maklumah ia. Betapa sedihnya hati Hanafi pada waktu itu.
Setelah sampai kekubur corrie yang bertaburan karang-karangan bunga, maka berkata pulalah tuan Administratur yang rupanya tidak jemu-jemu bertutur ini.”inilah kubur istri tuan. Bunga itu dibawa oleh nyonya van dammen kemari. Hampir setiap sore datang membawa bunga. Ya – nyonya van dammen memang seorang perempuan yang baik budi. Patut benar ibi kanak-kanak. Padahal antara anak-anak piatu tidak kurang berandal. Brr! Jarang-jarang orang yang. . . .”
Tuan Administratur yang peramah itu tidak menyampaikan yang hendak dituturkannya karena dengan tidak mengindahkan pengantarnya lagi, meniaraplah Hanafi di muka kubur Corrie., lalu menagislah ia meraung-raung, sebagai laku kanak-kanak. Meskipun bagi tuan Administratur keadaan yang serupa itu bukan kejadian yang belum pernah dilihatnya pula, tapi tiap-tiap orang menangis di muka kubur, maka air matanya pun meleleh pula. Dan karena itu ia tidak suka menggangu orang didalam kesedihannya dan tidak suka terbawa-bawa menangis, maka secara biasa dilakukannya, undurlah ia kebelakang, lalu berpaling bersicepat mencari jalan pulang. Insaflah ia, bahwa ia sudah tidak perlu mengawani orang yang sedang meratapi ahli yang hilang itu di pintu kubur.
Matahari sudah tinggi waktu Hanafi keluar dari kuburan Belanda, setelah berjabat salam dengan tuan Administratur yang peramah itu. “Ya, tuan,” katanya kepada Hanafi masih digenggamnya. “kalu kurang-kurang menaruh sabar-Nyonya saya sudah sepuluh tahun yang lalu dahulu dari saya berpindah ke negeri yang akhir, kuburnya tidak jauh darin tempat ini. Tiap-tiap saya pergi menginjungi tempat ini. Masih basalah mataku, tapi, ah! Kami semua sudah ditentukan harus berpindah ketempat yang kekal itu, yang seorang cepat, yang seorang menanti lama di dunia ini, asal sama-sam menaruh iman, tentu akhirnya bertemu pula  …”
  Hanafi menarik tanganya dari pada genggaman tuan Administratur itu,lalu berkata.” Terimakasih, tuan. Nyonya van dammen nanti akan menyelesaikan menembok kubur itu. Ah! Ya,alahkah senangnya bila orang yang berkasih-kasihan tidak dahulu-mendahului pula ke negeri yang kekal itu, melainkan bersama-sama, tidak bercerai-cerai … selamat tinggal, tuan!”
Maka keluarlah ia dengan cepat dari kantor tuan administrator itu buat menyembunyikan air matanya yang sudah menghujan turun.
Sebuah oto sewaan membawanya kerumah piatu. Di situ Nyonya Vandammen sudah menantikan dia karena ia telah menerima telepon dari suster.
Setelah kedua mereka itu berjabat tangan, maka tak adalah yang kuasa berkat-kata karena sekonyong-konyong keduanya mengisak-isak dengan tak dapat menyabar-nyabarkan hati. Akhirnya, Nyonya Van dammen menyapu matanya, lalu berkata “Ya, tuan Han, belum setahun istri tuan berada dirumah saya, rasanya ia sudah menjadi darah dagingku, Ah! Hati sabar, pikiran tulus, alam luas, pendeknya, berkumpulah segala sifat-sifat yang mulia pada perempuan yang seorang itu, anak-anak piatu semua disini beranda,tetapi semenjak istri tuan datang kemari, berubahlah tabiat kanak-kanak itu, takluklah sekalian kekuasannya-kekuasannya yang bukan berdasar pada kekerasan,tidak, semata-mata kepada keikhlasan hati pada percintaan saja.”
Hanafi merasa di palu dan disiksa oleh kata-kata serupa itu. Maka mengakuilah ia terus terang,”Ah, ya, Nyonya sayalah suami yang celaka, yang tidak dapat menaruh dan memelihara seorang istri yang berhati emas itu.”
“sudah lama ia mengampuni tuan, tapi ia berkata hendak mencukupkan waktu setahun barulah ia hendak kembali kepada tuan. Saudara saya dibetawi tidak putus-putusnya melemahkan hatinya, tapi Corrie berkata, ia ingin benar mencukupkan setahun penuh didalam pekerjaan ini supaya Nampak olehnya hasil usahanya. Ah, siapakah menyangka,bahwa ia berpulang sekelas itu. Hanya dua hari dirumah sakit.”
“Maksud saya hendak memperkatakan hal memembok kuburan dengan Nyonya.”
“Apakah hendak tuan tentang rupa tembok kubur itu? Fasal ongkos tak usah tuan pikirkan. Beberapa bulan yang lalu istri tuan sudah menyerahkan buku bang tabungan ke tangan saya. Isinya ada enam ribu rupiah. Selain dari itu, ia pun sudah membuat surat notaris. Didalamnya ditentukan: jika ia meninggal dunia terlebih dahulu dari kita berdua,ah, rupanya ia sudah mendapat alamat,maka uang di bank tabungannya itu akan saya ambil. Mula-mula di keluarkannya buat ongkos menguburkannya dan ongkos menembok secara sederhana saja keras benar ia meminta sederhana itu dan sisa uang itu dibagi dua, setengah buat tuan jika tuan suka, setengah buat rumah tumpangan saya.”
“Demikian dermawannya hati Corrie! Ah, istriku,alangkah senang hidup kita bila suaminya yang celaka ini pandai memelihara hatimu yang laksana emas itu. Nyonya, bukan saya akan menampik peninggalan istrimu, ah, apakah guna uang bagiku jika istriku sudah tidak ada lagi? Biarlah kuserahkan pula bagianku yang setengahnya itu ke tangan nyonya, niscaya akan bersuka cita menerima keputusanku itu.”
“Terimakasih , tuan Han,terimakasih,atas nama anak-anak piatu itu. Sebanyak-banyaknya ongkos kubur tak akan lebih dari seribu rupiah, lima ribu anak-anakku mendapat uang bantuan! Moga-moga tuan akan menerima iman yang wafat.”
“Hal menembok itu, baiklah kuserahkan nyonya saja. Secara nyonya yang pandang baik, Nyonya lakukanlah. Saya tidak dapat menunggui karena maksud saya hendak berjalan jauh.”
Hanafi menyapu air mata yang jatuh berderai-derai.
“Hendak kemanakah tuan?”
“Mula-mula hendak ke Sumatra, menemui Ibu saya,sesudah itu, entahlah!”
Dikutip dari Abdoel Moeis. Salah Asuhan
(Jakarta, 1995: 208-211)


NOVEL BERTAMBAH SEMPIT ALAM RASANYA KARYA ABDOEL MOEIS
KAJIAN STILISTIKA
OLEH: Suprayogi
1.      pengantar
         Di dalam karya sastra yang berjudul bertambah sempit alam rasanya yang dikarang oleh Abdoel Moeis, (Jakarta,1995: 208-211),umumnya menunjukkan ragam bahasa yang banyak mengandung makna untuk membangun kesan tertentu pada pembaca atas bahasa yang digunakannya. Sejak terbit pertama pada 1928, Balai Pustaka telah 30 kali mencetak ulang karya Moeis ini (cetakan terakhir pada 2004). Ini menunjukkan problem yang menjadi tema pokok Salah Asuhan ternyata tetap tersimpan melintasi zaman demi zaman. Hingga sekarang, persoalan krisis identitas–dengan berbagai variannya–masih saja diidap oleh bangsa yang telah merdeka hampir 64 tahun ini.
Pilihan kata,kelompok kata,kalimat-kalimat dan wacananya dapat memberikan efek psikologis pada pembacanya walaupun peristiwa-peristiwa dan tokoh dalam karya sastra ini hanyalah fiktif belaka,namun penggunaan bahasa yang digunakan Abdoel moeis dalam karya satranya memberikan cerminan keadaan yang berlangsung dalam masyarakat saat karya satra tersebut ditulis terlebih didukung dengan gaya bahasa seperti metaphor, pertemntangan,dan perumpamaan.
2.     Analisis novel bertambah sempit alam rasanya
Ketika membaca novel diatas yang melukiskan kehidupan yang relistis yang dapat memberikan pelajaran.  Dalam pemaknaan judul novel diatas“bertambah sempit alam rasanya”,yang mengandung makna hiperbola yang berupa melebih-lebihkan apa yang sebenarnya, judul itu mempunyai arti yang menggambarkan seseorang yang sedang sakit parah dan ketika ia sembuh, ia telah ditinggali oleh orang yang disayanginya,namun ada penyesalan didalamnya karena ketika semasa hidupnya ia sudah menyia-nyiakan orang tersebut dan ketika ia sembuh barulah datang penyesalan didalam dirinya. Disini akan menimbulkan berbagai efek tertentu,seperti penyesalan, kesadaran,dan keikhlasan. Hanafi adalah tokoh yang paling terempas dalam gelombang krisis identitas itu. Tamat dari HBS di Betawi, serta lama bergaul dengan orang-orang Eropa, pemuda Melayu totok ini menjadi gandrung ingin menjadi warga kebudayaan Eropa.  Untuk mewujudkan impian itu, dia rela melepaskan cara berpikir dan adat Timur. Hal itu dilakukan bukan saja agar dapat mengawini Corrie–perempuan blasteran Prancis-Minang–tetapi karena pada akhirnya ia memang begitu membenci kebudayaan Timur itu.
Maka ringan saja ia lalu meletakkan gelar sutan pamenan yang disandangnya. “Di dalam segala ‘hitungan di kampung’, anakanda tak usah dibawa-bawanya lagi, karena dengan rela hati ananda sudah keluar dari adat dan keluar dari bangsa,” tulis Hanafi dalam suratnya kepada ibunda.
Dengan surat itu pula Hanafi memutuskan hubungannya dengan istri pilihan ibunda, Rapiah. “ ... jika ananda sudah tentu menjadi orang Belanda, istri ananda itu haruslah yang berpatutan benar dengan keadaan dan pergaulan ananda.”

Demikianlah. Rapiah memang personifikasi dari “masa lalu” yang hendak dibelakangi Hanafi. Rapiah adalah istri yang sudah memenuhi segala tuntutan adat. Sesungguhnya perceraian sepihak ini ibarat manifesto Hanafi yang memutuskan hubungan dirinya dengan bumi pertiwi. Tetapi Moeis melihat bahwa perpindahan budaya semacam itu tak hanya ditentang kaum asal Hanafi. Pada masa itu, kaum Eropa pun memandang hina pasangan Hanafi-Corrie (setelah mereka kelak menikah). Bahwa dengan besluit pemerintah, Hanafi sudah dinyatakan memiliki hak sama dengan hak bangsa Eropa (dengan nama baru Christiaan Han), orang Barat tetaplah memandangnya sebagai bumiputra belaka.
Ketika Hanafi mengalami sebuah kecelakaan dan keadaan pun berubaha,sebuah keadaan yang mengambarkan kejadian yang sudah amat gawat. Dengan menggunakan gaya bahasa hiperbola,personifikasi,perumpamaan dan metafora novel ini memberikan suatu suasana yang sedikit agak menakutkan dan menarik pembaca untuk membacanya. Dengan pemanfaat gaya bahasa perumpamaan dan hiperbola menimbulkan rasa penasaran pada pembaca baik itu pada awal maupun pada akhir dari novel ini dan dengan sendirinya akan timbul pada diri pembaca untuk mengamati dan mencermati dari isi novel diatas.
Berikut contoh gaya bahasa perumpamaan yang terdapat dalam novel
“Hanfi menurutkan tuan Administratur dari belakang dengan tidak berkata sepatah jua.

Disini Hanafi masih menunjukkan sikapnya yang arogan dan dia mengacuhkan Tuan Administratur,namun tuan Administratur yang peramah itu tidak mengambil hati dari sikap Hanafi kepadanya,dia terus membawa Hanafi menuju kuburan istrinya. Peristiwa yang dialami Hanafi membuatnya belum menerima semua itu.

Contoh kedua dari gaya bahasa perumpamaan dan hiperbola
 “Setelah sampai kekubur corrie yang bertaburan karang-karangan bunga, maka berkata pulalah tuan Administratur yang rupanya tidak jemu-jemu bertutur ini.”inilah kubur istri tuan.”
“Tuan Administratur yang peramah itu tidak menyampaikan yang hendak dituturkannya karena dengan tidak mengindahkan pengantarnya lagi, meniaraplah Hanafi di muka kubur Corrie., lalu menagislah ia meraung-raung, sebagai laku kanak-kanak.”

Tedapat gaya bahasa perumpamaan dan hiperbol pada novel diatas. Kata-kata (bertaburan karangan bunga),(jemu-jemu) dan (meraung-raung), dengan adanya gaya bahasa tersebut maka akan menimbulkan efek melebih-lebihkan apa yang sebenarnya terjadi. Hal ini penting untuk dapat memahami isi selanjutnya dari novel ini.
Pada saat Hanafi sampai dikuburan istrinya maka ia banyak meihat karangan bunga diatasnya dan pada saat itu tua Administratur penjaga kuburan tak henti-henti mengatakan bahwa inilah kuburan istri anda. Dengan gaya bahasa diatas terdapt penyesalan  yang begitu mendalam mengingat keburukan yang diperbuat Hanafi pada istrinya semasa hidupnya,dan kebaikan-kebaikan yang diperbuat Corrie istrinya pada semua orang disekelilingnya,maka dari itu pula banyak orang yang tidak menyangka atas kepergiannya yang begitu cepat, terlebih orang yang telah menolongnya Nyonya Van dammen yang tiap hari menziarai kuburan istri Hanafi, namun semua itu adalah takdir yang tidak dapat dilawan dan sudah menjadi kuasa Tuhan Yme. Penyesalan yang mulai timbul dari dalam diri Hanafi sehingga menciptakan isi cerita yang dibangun akan menjadi lebih penuh keharuan dan kesedihan, ini yang membuat rasa penasaran yang timbul pada saat pembaca menghayati isi dari bacaan novel diatas dengan didukung gaya bahasa perumpamaan dan hiperbol maka akan menambah efek dari isi novel.
contoh gaya bahasa yang diungkapkanuntuk mengambarkan kebaikan dari Corrie istri Hanafi pada isi novel
“anak-anak piatu semua disini beranda,tetapi semenjak istri tuan datang kemari, berubahlah tabiat kanak-kanak itu, takluklah sekalian kekuasannya-kekuasannya yang bukan berdasar pada kekerasan,tidak, semata-mata kepada keikhlasan hati pada percintaan saja.”
 Kebaikan yamg diperbuat Corrie pada anak-anak yatim piatu di rumah panti asuhan Nyonya Van dammen membuat semua anak-anak yang tadinya berandal,buruk tingkah lakunya dengan seketika berubah semua, karena kebaikan yang dilakukan istri Hanafi pada anak-anak tersebut yang tidak pada kekerasn baik itu kekerasan fisik maupun batin,melaikan pada pendekatan dan rasa cinta yang besar ditunjukkanpada mereka,maka dengan itu berubalah tingka laku anak-anak tersebut. Dengan pemilihan kata yang tepat dan gaya bahasa yang sederhana mampu menciptakan begitu besar kebaikan yang diperbuat Corrie istri Hanafi semasa hidupnya kepada semua orang khususnya disekelilingnya.
“Demikian dermawannya hati Corrie! Ah, istriku,alangkah senang hidup kita bila suaminya yang celaka ini pandai memelihara hatimu yang laksana emas itu. Nyonya, bukan saya akan menampik peninggalan istrimu, ah, apakah guna uang bagiku jika istriku sudah tidak ada lagi? Biarlah kuserahkan pula bagianku yang setengahnya itu ke tangan nyonya, niscaya akan bersuka cita menerima keputusanku itu.”
Dengan memanfaatkan gaya bahasa perumpamaan pada kutipan novel diatas maka sempurnalah segala sesuatu yang ingin disampaikan penyair pada novel ini,yaitu ketika Hanafi menerima segala sesuatu yang telah ditakdirkan kepadanya maka dengan ikhlas ia meyumbangkan sebagian uang pemberian istrinya sepenuhnya kepada Nyonya Van dammen. Ini menandakan bahwa Hanfi telah menyesali semua perbuatannya kepada istrinya selama ini.

Contoh gaya bahasa hiperbola pada akhir novel ini
“Hal menembok itu, baiklah kuserahkan nyonya saja. Secara nyonya yang pandang baik, Nyonya lakukanlah. Saya tidak dapat menunggui karena maksud saya hendak berjalan jauh.”
“Hanafi menyapu air mata yang jatuh berderai-derai.

Disini menandakan bahwa Hanafi sangat merasa kehilangan, maka dari itu ia ingin merenungi dan melupakan semua perbuatannya selama ini terhadap istrinya, ia ingin kembali kekampungnya yaitu ke Sumatera maka disanalah ia ingin memulai dan membuka lembar kehidupan baru lagi dan hidup lebih baik lagi. Dengan pemanfaatan gaya bahasa perumpamaan dan hiperbola pada novel ini maka terasa kuat karakter yang ingin dibangun penyair pada tokoh-tokoh utama dalam novel  tersebut sehingga ketika pembaca membaca novel ini maka seakan-akan kita ikut tenggelam kedalam cerita ini.

3.     penutup
Adanya gaya bahasa pada suatu karya sastra,seperti perumpamaan,metafor,perbandingan dan lain sebagainya memberikan suatu efek terhadan peristiwa yang ada didalam karya sastra tersebut. Penulisan fiksi umumnya menggunakan fakta social sebagai sumber ide penulisan sastra. Namun demikian, meskipun tokoh,peristiwa, dan latar (setting) bersifat fiktif, karya sastra tetap mencerminkan situasi social-kemasyarakatan yang berlangsung di tengah masyarakat. Pada nilai social-kemasyarakatan itulah terkandung nilai historis. Hali ini dapat dilihat ketika Hanafi menyadari semua kesalahan yang telah diperbuat semasa hidupnya,terutama kepada istrinya.

4.     Riwayat hidup Abdul Moeis

Abdoel Moeis (lahir di sungai puar Bukit tiggi, Sumatera barat, 3 Juli 1883 – meninggal di Bandung, Jawa Barat,17 Juni 1959 pada umur 75 tahun) adalah seorang sastrawan dan wartawa Indonesia Pendidikan terakhirnya adalah di Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi anggota Volksraad pada tahun 1918 mewakili Centraal Sarekat Islam. Ia dimakamkan di TMP Cikutra - Bandung dan dikukuhkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959).

 

 

 

 

 

Daftar isi

Moeis, abdoel 1995. “salah asuhan” Jakarta.

Hoerip, satyagraha. 1979, cerita pendek Indonesia 3 dan 4. Jakarta: pusat pusat pembinaan dan pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kridalaksana, Harimurti. 1992, pembetukan kata dalam bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

"http://id.wikipedia.org/wiki/Abdoel_Moeis
H)))))))))0)0KKAKAKA

1 komentar: